Dosa, setiap kita pasti tak lepas
darinya. Demikianlah sunnatullah bagi manusia sebagai hamba yang tidak
pernah luput dari kekurangan. Namun, hendaknya kita tidak berkecil hati.
Bukankah Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang menyediakan ampunan dan
penghapusan kesalahan kepada hambaNya di setiap saat?
Meskipun demikian, kenyataan menyedihkan
hari ini adalah para hamba yang hina dan lemah justru meremehkan dosa
kepada Penciptanya. Mereka lupa bahwa dosa dan kemaksiatanya dapat
mengundang murka Sang Maha Kuat ‘Azza Wa Jalla.
Sebagai seorang mu’min yang bersaudara
di atas tali keimanan, patutlah kiranya bagi kita untuk saling
mengingatkan agar segera menjauhi dosa dan kemaksiatan, serta tidak
meremehkannya.
Dahulu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam telah mewanti – wanti kepada umatnya akan dosa yang dianggap
remeh. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebutnya sebagai muhqirat adz-dzunub. Tahukah Anda apa itu muhqirat adz-dzunub?
Imam Ahmad dalam Musnadnya menyebutkan
satu riwayat dari hadits Sahal bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, ia berkata :
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, artinya : “Jauhilah
oleh kalian muhqirat adz-dzunub. Sesungguhnya perumpamaan muhqirat
adz-dzunub itu seperti suatu kaum yang singgah di satu lembah, lalu satu
orang datang membawa satu dahan (kayu bakar) dan yang
lainnya juga demikian sampai mereka mengumpulkan banyak kayu bakar yang
bisa mematangkan roti mereka. Sesungguhnya muhqirat adz-dzunub itu,
kapan pelakunya dibalas maka akan menghancurkannya.” (HR. Ahmad dan dishahihkan Albani di dalam kitab Silsilah al-Ahadits al-Shahihah, no. 389).
Dalam riwayat lain disebutkan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, artinya : “Jauhilah oleh kalian muhqirat adz-dzunub, karena ia akan berhimpun pada seseorang, sehingga akan membinasakannya.” (HR. Ahmad dan lainnya. Lihat Silsilah ash-Shahihah, no. 389).
Sungguh benarlah, ucapan sahabat yang
mulia Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dahulu : “Kalian sekarang
melakukan perbuatan dosa yang di mata kalian perbuatan itu lebih tipis
daripada rambut (sangat remeh). Padahal dulu di masa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kami menganggapnya termasuk perkara yang
akan membinasakan” (HR. Bukhari).
Itu beliau ucapkan dahulu di zaman beliau hidup. Bagaimana jika beliau hidup di zaman ini dan menyaksikan apa yang terjadi?
Dosa Besar dan Kecil
Telah kita maklumi bersama bahwa dosa kepada Allah Subhanahu Wa ta’ala terbagi menjadi dua : kabair (dosa – dosa besar) dan shaghair (dosa – dosa kecil).
Meskipun demikian, sebagian ulama tidak
melihat adanya pembagian seperti ini. Mereka menganggap bahwa seluruh
kemaksiatan dan penyelewangan dari jalan Allah adalah dosa besar karena
merupakan keberanian dan kelancangan dihadapan Allah. Mereka mengatakan
demikian karena melihat betapa besarnya hak Allah atas hamba-hamba-Nya.
Namun pendapat yang kedua ini lemah.
Sebab Allah Subhanahu Wa Ta’ala sendiri telah membagi dosa dalam dua
bagian, sebagaimana dalam firmanNya, artinya : “Jika kamu menjauhi
dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya,
niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan
Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga)” (QS. An-Nisa’: 31).
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, artinya : “Maukah kalian kuberitahukan dosa yang paling besar?’
(pertanyaan ini diulang oleh beliau sampai tiga kali). Para shahabat
menjawab, ‘Tentu, wahai Rasulullah!’ Maka, beliau Shallallahu ‘Alaihi
Wasallambersabda, artinya : “Syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, (kemudian beliau duduk yang sebelumnya bersandaran), kemudian beliau berkata : “hindarilah ucapan dusta”.
Perawi berkata : Beliau mengulang-ngulangnya sampai kami berkata (di
dalam hati), ‘Semoga beliau diam.’ [HR. Bukhari dan Muslim].
Dalil – dalil di atas dapat menjelaskan kepada kita bahwa dosa itu ada yang besar dan ada pula yang kecil.
Kriteria Dosa Besar
Banyak ulama yang menjelaskan mengenai
batasan dan kriteria dosa besar. Namun di antara pendapat yang ada,
pendapat yang paling bagus dan kami pilih dalam hal ini adalah apa yang
dikatakan oleh Imam Adz-Dzahabi rahimahullah di dalam mukaddimah kitabnya Al-Kabair, di mana beliau berkata :
“Pendapat yang lebih terarah yang tegak di atas dalil adalah bahwa barangsiapa yang melakukan sesuatu perbuatan dosa yang ada had-nya
(hukuman khusus) di dunia karena dosanya itu, seperti pembunuhan, zina,
pencurian, ataupun perbuatan lainnya yang mendapat janji adzab di
akhirat kelak atau akan mendapat kemurkaan, atau ancaman, atau dilaknat
pelakunya melalui lisan Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, maka
perbuatan tersebut dikategorikan sebagai dosa besar.
Sebagian ulama menambahkan, yaitu
perbuatan yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam meniadakan iman dari
pelakunya, atau Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengataan “bukan golongan kami” atau Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berlepas diri dari pelakunya.
Di antara contohnya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, artinya : “Orang yang melakukan namimah (adu domba) itu tidak akan masuk surga” (HR Bukhari dan Muslim).
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, artinya : “Barang siapa yang menghunuskan pedang kepada kami, kaum muslimin, maka dia bukan golongan kami” (HR. Bukhari dan Muslim).
Nabi r bersabda, artinya : “Siapa yang menipu kami maka dia bukan golongan kami” (HR Muslim).
Contohnya juga, memakan harta anak yatim. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, artinya : “Sesungguhnya
orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya
mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam
api yang menyala-nyala (neraka)” (QS. An-Nisa’:10).
Dan contoh – contoh lainnya sesuai kriteria di atas, sebagaimana yang banyak terdapat dalam al-Qur’an dan hadits yang shahih.
Sehingga, jika Anda mendapatkan atau
mendengarkan dalil berisi dosa sesuai kriteria tersebut, maka
waspadalah! Sungguh ia adalah dosa besar di sisi Rabb kita I .
Dosa Kecil Menjadi Besar
Wahai saudaraku, ketika engkau hendak
melakukan dosa, janganlah melihat kepada kecilnya dosa. Namun lihatlah,
kepada siapa engkau berbuat dosa? Patutkah bagi seseorang yang
diciptakan dan diberi oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala nikmat yang
lengkap dan cukup, lantas melanggar laranganNya?! Ingatlah bahwa Dia
adalah Sang Pencipta, Penguasa alam semesta ini, Pemilik kerajaan langit
dan bumi, Pemilik hari pembalasan dan sangat mampu melakukan apa saja
kepada para hamba dan ciptaanNya!
Ketahuilah, sebuah dosa yang mungkin kita anggap kecil ternyata dapat berubah menjadi dosa besar, apabila :
- Menjadi kebiasaan dan dilakukan terus menerus.
Diriwayatkan bahwa sahabat yang mulia Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma mengatakan :
لاَ كَبِيْرَةَ مَعَ الاِسْتِغْفَارِ وَلاَ صَغِيْرَةَ مَعَ الإِصْرَارِ
artinya : “Tidak ada dosa besar jika
dihapus dengan istighfar (meminta ampun pada Allah) dan tidak ada dosa
kecil jika dilakukan terus menerus”. (HR. Baihaqi dalam Asy Syu’ab).
2. Menganggap remeh sebuah dosa.
Oleh karenanya, jika seorang hamba
menganggap besar suatu dosa, maka dosa itu akan kecil di sisi Allah.
Sedangkan jika seorang hamba mengganggap kecil (remeh) suatu dosa, maka
dosa itu akan dianggap besar di sisi Allah.
Ibnu Mas’ud t mengatakan : “Sesungguhnya
seorang mukmin melihat dosanya seakan-akan ia duduk di sebuah gunung
dan khawatir gunung tersebut akan menimpanya. Sedangkan seorang yang
fajir (yang gemar maksiat), ia akan melihat dosanya seperti seekor lalat
yang lewat begitu saja di hadapan batang hidungnya.”
3. Memamerkan dan sengaja menampakkan dosa. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, artinya : “Setiap
umatku akan diampuni kecuali orang yang melakukan jahr (muhajirin). Di
antara bentuk melakukan jahr adalah seseorang di malam hari melakukan
maksiat, namun di pagi harinya –padahal telah Allah tutupi-, ia sendiri
yang bercerita, “Wahai fulan, aku semalam telah melakukan maksiat ini
dan itu.” Padahal semalam Allah telah tutupi maksiat yang ia lakukan,
namun di pagi harinya ia sendiri yang membuka ‘aibnya yang telah Allah
tutup “ [HR. Bukhari dan Muslim].
4. Dosa tersebut dilakukan oleh seorang alim yang menjadi panutan . Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, artinya : “Barangsiapa
melakukan suatu amalan kejelekan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya,
maka akan dicatat baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya,
tanpa mengurangi dosanya sedikitpun” [HR. Muslim].
Sehingga bagi seorang alim yang menjadi
panutan lainnya, hendaknya ia : [1] meninggalkan dosa dan [2]
menyembunyikan dosa jika ia terlanjur melakukannya.
Sebagaimana dosa seorang alim bisa
berlipat-lipat jika ada yang mengikuti melakukan dosa tersebut, maka
begitu pula dengan kebaikan yang ia lakukan. Jika kebaikan tersebut
diikuti orang lain, maka pahala akan semakin berlipat untuknya.
Akhirnya, janganlah kita meremehkan dosa
dan maksiat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Selalulah merasa takut
akan balasan dan adzab yang akan diturunkannya dengan sekejap mata.
Kalaupun telah tergelincir ke dalamnya, segeralah bertaubat dan
menutupinya dengan kebaikan, agar hati dapat bersih kembali dari
titik-titik noda.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, artinya : “Sesungguhnya
jika seorang hamba berbuat kesalahan/dosa dititikkan pada hatinya satu
titik hitam. Namun bila ia menarik diri/berhenti dari dosa tersebut,
beristighfar dan bertaubat, dibersihkan hatinya dari titik hitam itu.
Akan tetapi bila tidak bertaubat dan kembali berbuat dosa maka bertambah
titik hitam tersebut, hingga mendominasi hatinya. Itulah ar-ran
(tutupan) yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebutkan di dalam
ayat : ‘Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka
usahakan itu menutup hati mereka.’ (QS. Al-Muthaffifin : 14)” (HR. Ahmad dan Tirmidzi, dihasankan Syaikh Al-Albani rahimahullah).
Kita berlindung kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dari tertutupnya hati karena dosa dan maksiat. Wallahu a’lam.