Minggu, 25 November 2012

Ibadah dan Bid’ah

Ibadah berasal dari bahasa Arab abada, ya’budu artinya menyembah, menghamba, mengabdi, tunduk.
Jika dikatakan ibadah kepada Allah swt berarti perbuatan / ibadah / menyembah yang ditujukan kepada Allah swt .
Kesalahpahaman kaidah yang didefinisikan oleh sebagian ulama,  inilah yang harus diluruskan.
Hukum asal ibadah/perbuatan adalah haram kecuali ada dalil yang memerintahkan
Yang benar adalah
Hukum asal ibadah/perbuatan adalah mubah(boleh) selama tidak ada dalil yang melarangnya atau mengaturnya
Kaidah ini bersumber dari kaidah pendapat imam Syafi’i ra

أصل في الأشياء الإباحة


(al-Ashlu fil asya’ al-ibahah), “hukum asal segala sesuatu adalah boleh”
Segala sesuatu termasuk perbuatan / ibadah
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)
Coba saya jelaskan hukum / kaidah ini dengan menjadikan formula.
Hukum asal ibadah/perbuatan adalah mubah(boleh),
Kita formulakan sebagai nilai awal/asal ibadah/perbuatan = 0 (mubah/boleh)
Rumus/formula yang berlaku adalah atas petunjukNya (al Qur’an dan Hadits) ,
melakukan perbuatan/ibadah yang dilarang bernilai = -X ,
melakukan perbuatan/ibadah yang merupakan kewajiban bernilai +X
Jadi aneh kalau hukum asal ibadah/perbuatan adalah haram atau mempunyai nilai -X
Allah ta’ala telah “membolehkan” manusia melakukan perbuatan di muka bumi semenjak Dia memutuskan menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi. Kemudian bagi manusia yang mengaku sebagai hamba Allah, maka perbuatan mereka (setelah pengakuan) harus merujuk petunjukNya (al-Qur’an dan Hadits) dimana hukum awalnya mubah(boleh) berubah hukumnya sesuai petunjukNya yakni bisa berubah menjadi haram atau wajib, atau sunnah atau makruh atau syubhat atau pula tetap sebagai mubah.
Siapapun manusia di dunia ini boleh melakukan perbuatan apapun di dunia ini. Allah ta’ala akan penuhi balasan/hasil perbuatan mereka di dunia dan tidak akan dirugikan sedikitpun.
Namun Allah telah menyampaikan kepada manusia yang artinya,
Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, maka Kami penuhi balasan pekerjaan-pekerjaannya di dunia dan mereka tidak akan dirugikan sedikitpun. Tetapi di akhirat tidak ada bagi mereka bagian selain neraka. Dan sia-sialah apa-apa yang mereka perbuat di dunia dan batallah apa-apa yang mereka amalkan”. (QS. Hud : 15-16)
Seorang muslim seluruh perbuatannya hanya terbagi dalam 2 kategori , ibadah mahdah atau ibadah ghairu mahdah.
Ibadah mahdah adalah
Ibadah yang syarat rukunnya telah ditetapkan sesuai dengan syariat.
Ibadah yang tatacaranya diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah sangat jelas, dan bersifat pasti/mutlak. seperti puasa, zakat, sholat haji dan lain2.
Aturan atau petunjukNya yang disampaikan Rasulullah saw inilah yang disebut “urusan kami”, sebagaimana Nabi Muhammad Saw bersabda yang artinya
Barangsiapa yang menbuat-buat sesuatu dalam urusan kami ini maka sesuatu itu ditolak” (H.R Muslim – Lihat Syarah Muslim XII – hal 16)
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)
Apa saja yang Allah halalkan dalam kitabNya, maka dia adalah halal, dan apa saja yang Ia haramkan, maka dia itu adalah haram; sedang apa yang Ia diamkannya, maka dia itu dibolehkan (ma’fu). Oleh karena itu terimalah dari Allah kemaafannya itu, sebab sesungguhnya Allah tidak bakal lupa sedikitpun.” Kemudian Rasulullah membaca ayat: dan Tuhanmu tidak lupa.” (Riwayat Hakim dan Bazzar)
Dan Allah telah memerinci kepadamu sesuatu yang Ia telah haramkan atas kamu.” (QS al-An’am: 119)
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (QS an-Nahl [16]:116 )
Kalau perbuatan/ibadah tersebut tidak termasuk ibadah mahdah maka perbuatan tersebut akan masuk ibadah ghairu mahdah yang didalamnya bisa didapati bid’ah hasanah seperti contoh saya berdakwah lewat internet yang mana tidak pernah dicontohkan sebelumnya oleh Rasulullah saw. Saya yakin bahwa perbuatan/ibadah berdakwah lewat internet akan sampai (wushul) kepada Allah.
Rujukan Bid’ah hasanah (bidang ibadah ghairu mahdah)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam telah bersabda:
Maknanya: “Barangsiapa yang memulai (merintis) dalam Islam sebuah perkara yang baik maka ia akan mendapatkan pahala perbuatan tersebut dan pahala orang yang mengikutinya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun”. (H.R. Muslim dalam Shahih-nya)
Pendapat Imam Syafi’i –semoga Allah meridlainya-
Perkara-perkara yang baru (al muhdats) terbagi dua, Pertama : perkara baru yang bertentangan dengan kitab, sunnah, atsar para sahabat dan ijma’, ini adalah bid’ah dlalalah, kedua: perkara baru yang baik dan tidak bertentangan dengan salah satu dari hal-hal di atas, maka ini adalah perkara baru yang tidak tercela” (Diriwayatkan oleh al Hafizh al Bayhaqi dalam kitabnya “Manaqib asy-Syafi’i”, Juz I, h. 469)
Kalau bid’ah dalam ibadah mahdah itu sudah jelas bid’ah dholalah akan tertolak
Bagi seorang muslim seluruh perbuatan , seluruh aktivitas baik ruhani maupun jasmani adalah ibadah dan wajib ditujukan kepada Allah.
Begitulah ketaatan seorang muslim pada firman Allah yang artinya,
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (QS adz Dzariyat [51] : 56 )
Tulisan yang lebih lengkap silahkan baca pada
Tulisan tentang dalil bid’ah, silahkan baca pada
Kaidah “Hukum asal ibadah adalah haram kecuali ada dalil yang memerintahkan” merupakan sebuah kesalahpahaman yang berlarut-larut dan tanpa dalil / hujjah yang kuat serta tidak ada yang diharamkan/dilarang kecuali Allah ta’ala yang mengharamkan/melarangnya.
Nash-nash Al-Qur’an atau Hadits yang berisi larangan adalah rinci, jelas, ada batasan/terukur, dan muhkamat. Salah memaknai ini ditengarai sebagai pembenaran kesalahpahaman mereka yang lain yakni tentang bid’ah.
Ada kaidah yang benar dan mendekati kalimat itu adalah,
Hukum asal (segala sesuatu) yang dilarang (tahriim) jika ada dalil yang menegaskan (‘ibahah)
Kaidah ini sesuai dengan firman Allah yang artinya,“Dan Allah telah memerinci kepadamu sesuatu yang Ia telah haramkan atas kamu.” (al-An’am: 119)
Kaidah lain yang benar adalah
Segala sesutu tidak boleh dianggap sebagai syari’at kecuali dengan adanya dalil dari al-Kitab atau as-Sunnah“,
Ini selaras dengan hadits Nabi saw,
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)

Bidah merupakan pelanggaran yang sangat besar dari sisi melampaui batasan-batasan hukum Allah dalam membuat syariat, karena sangatlah jelas bahwa hal ini menyalahi dalam meyakini kesempurnaan syariat.Menuduh Rasulullah Muhammad SAW menghianati risalah, menuduh bahwa syariat Islam masih kurang dan membutuhkan tambahan serta belum sempurna. Jadi secara umum dapat diketahui bahwa semua bid'ah dalam perkara ibadah/agama adalah haram atau dilarang sesuai kaedah ushul fiqih bahwa hukum asal ibadah adalah haram kecuali bila ada perintah dan tidaklah tepat pula penggunaan istilah bid'ah hasanah jika dikaitkan dengan ibadah atau agama sebagaimana pandangan orang banyak, namun masih relevan jika dikaitkan dengan hal-hal baru selama itu berupa urusan keduniawian murni misal dulu orang berpergian dengan unta sekarang dengan mobil, maka mobil ini adalah bid'ah namun bid'ah secara bahasa bukan definisi bid'ah secara istilah syariat dan contoh penggunaan sendok makan, mobil, mikrofon, pesawat terbang pada masa kini yang dulunya tidak ada inilah yang hakekatnya bid'ah hasanah. Dan contoh-contoh perkara ini tiada lain merupakan bagian dari perkara Ijtihadiyah
Wassalam
»»  Baca Selengkapnya...

Perbedaan Tentang Batasan Bid'ah

Pertanyaan

Assalamu'alaikum
Ustadz, saya mau tanya batasan amalan bid'ah.
Mohon penjelasan, karena saya banyak mendengar ada ustadz yang menyatakan semua bid'ah itu sesat di dalam urusan ibadah dan ada yang mengatakan bid'ah ada yang hasan, dan semuanya mengemukakan alasan atau dasarnya.
Yang masih menjadi pertanyaan saya bid'ah dalam ibadah, bukankah apabila kita bekerja kalau diniatkan karena mendapatkan ridho dari Allah juga di catat sebagai amal ibadah, atau dalam berkhutbah Rasullulah selalu menggunakan bahasa Arab, bagaimana dengan di luar Arab? Mohon penjelasan.
Syukron

Jawaban
Assalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Para ulama memang berbeda pendapat ketika mendefinisikan bid'ah. Definisi yang disodorkan oleh para ulama tentang isitlah ini ada sekian banyak versi.
Hal itu lantaran persepsi mereka atas bid'ah itu memang berbeda-beda. Sebagian mereka ada yang meluaskan pengertiannya hingga mencakup apapun jenis perbuatan yang baru atau diada-adakan, sedangkan yang lainnya menyempitkan batasannya.
Dalam kitab Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah (Ensiklopedi Fiqih) jilid 8 keluaran Kementrian Wakaf dan Urusan Ke-Islaman Kuwait halaman 21 disebutkan bahwa secara umum ada dua kecenderungan orang dalam mendefinisikan bid'ah.
Pertama, kecenderungan yang menganggap bahwa ibadah yang tidak terdapat di masa Rasulullah SAW sebagai bid'ah, namun hukumnya tidak selalu sesat atau haram.
Kedua adalah kecenderungan untuk mengatakan bahwa semua bid'ah adalah sesat.
Tapi kalau kita tarik garis umum, paling tidak ada dua kecenderungan ulama dalam masalah ini.
Kelompok Pertama
Mereka yang meluaskan batasan bid'ah itu mengatakan bahwa bid'ah adalah segala yang baru diada-adakan yang tidak ada dalam kitab dan sunnah. Baik dalam perkara ibadah ataupun adat. Baik pada masalah yang baik atau yang buruk.
a. Tokoh
Di antara para ulama yang mewakili kalangan ini antara lain adalah Al-Imam Asy-Syafi'i dan pengikutnya seperti Al-'Izz ibn Abdis Salam, An-Nawawi, Abu Syaamah.
Sedangkan dari kalangan Al-Malikiyah ada Al-Qarafi dan Az-Zarqani.
Dari kalangan Hanafiyah seperti Ibnul Abidin dan dari kalangan Al-Hanabilah adalah Al-Jauzi serta Ibnu Hazm dari kalangan Dzahiri.
Bisa kita nukil pendapat Al-Izz bin Abdis Salam yang mengatakan bahwa bid`ah perbuatan yang tidak terjadi pada masa Rasulullah SAW, yang terbagi menjadi lima hukum. Yaitu bid'ah wajib, bid'ah haram, bid'ah mandub (sunnah), bid'ah makruh dan bid'ah mubah.
b. Contoh
Ada beberapa contoh yang bisa ditampilkan dalam masalah ini, antara lain:
  • Contoh bid'ah wajib misalnya belajar ilmu nahwu yang sangat vital untuk memahami kitabullah dan sunnah rasulnya.
  • Contoh bid'ah haram misalnya pemikiran dan fikrah yang sesat seperti Qadariyah, Jabariyah, Murjiah dan Khawarij.
  • Contoh bid'ah mandub (sunnah) misalnya mendirikan madrasah, membangun jembatan dan juga shalat tarawih berjamaah di satu masjid.
  • Contoh bid'ah makruh misalnya menghias masjid atau mushaf Al-Quran. Sedangkan contoh bid'ah mubah misalnya bersalaman setelah shalat.
c. Dalil
Pendapat bahwa bid'ah terbagi menjadi lima kategori hukum didasarkan kepada dalil-dalil berikut:
Perkataan Umar bin Al-Khattab radhiyallahu anhu tentang shalat tarawih berjamaah di masjid bulan Ramadhan yaitu:
Sebaik-baik bid'ah adalah hal ini.

Ibnu Umar juga menyebut shalat dhuha' berjamaah di masjid sebagai bid'ah yaitu jenis bid'ah hasanah atau bid'ah yang baik.
Hadits-hadits yang membagi bid'ah menjadi bid'ah hasanah dan bid'ah dhalalah seperti hadits berikut:
Siapa yang mensunnahkan sunnah hasanah maka dia mendapat ganjarannya dan ganjaran orang yang mengamalkannya hingga hari qiyamat. Siapa yang mensunnahkan sunnah sayyi'ah (kejelekan), maka dia mendapatkan ganjaran dan ganjaran orang yang mengamalkannya hingga hari qiyamat.
Kelompok Kedua
Kalangan lain dari ulama mendefinisikan bahwa yang disebut bid'ah itu semuanya adalah sesat, baik yang dalam ibadah maupun adat.
Di antara mereka ada yang mendifiniskan bid'ah itu sebagai sebuah jalan (thariqah) dalam agama yang baru atau tidak ada sebelumnya yang bersifat syar`i dan diniatkan sebagai thariqah syar'iyah.
a. Tokoh
Di antara mereka yang berpendapat demikian antara lain adalah At-Thurthusy, Asy-Syathibi, Imam Asy-Syumunni dan Al-Aini dari kalangan Al-Hanafiyah. Juga ada Al-Baihaqi, Ibnu Hajar Al-`Asqallany serta Ibnu Hajar Al-Haitami dari kalangan Asy-Syafi'iyah. Dan kalangan Al-Hanabilah diwakili oleh Ibnu Rajab dan Ibnu Taymiyah.
b. Contoh
Contohnya adalah orang yang bernazar untuk puasa sambil berdiri di bawah sinar matahari atau tidak memakan jenis makanan tertentu yang halal tanpa sebab yang jelas (seperti vegetarian dan sebangsanya).
Perbuatan seperti itu bid'ah, karena pada hakikatnya menciptakan sebuah ritual agama yang baru, yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW.
c. Dalil
Dalil yang mereka gunakan adalah:
Bahwa Allah SWT telah menurunkan syariat dengan lengkap di antaranya adalah fiman Allah SWT:
... Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu...(QS. Al-Maidah: 3)
Juga ayat berikut:
dan bahwa adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan, karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. (QS. Al-An`am: 153)
Setiap ada hadits Rasulullah SAW yang berbicara tentang bid'ah, maka selalu konotasinya adalah keburukan. Misalnya hadits berikut:
Klasifikasi Lain
Selain pembagian di atas maka sebagian ulama juga ada yang membuat klasifikasi yang sedikit berbeda, oleh para ulama bid’ah terbagi dua:
a. Bidah dalam adat kebiasaan (di luar masalah agama) seperti banyaknya penemuan-penemuan baru di bidang tekhnologi, hal tersebut dibolehkan karena asal dalam adat adalah kebolehan (al-ibahah)
b. Bid’ah dalam agama, mengada-ada hal yang baru dalam agama. Hukumnya haram, karena asal dalam beragama adalah at-tauqief (menunggu dalil).
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang mengerjakan suatu perbuatan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan tersebut akan tertolak” (HR Muslim 1817)
Namun dalam kaitannya dengan bid’ah dalam agama, para ulama ternyata juga masih memilah lagi menjadi dua bagian:
Pertama: Bid’ah Perkataan
Bid'ah ini berkaitan dengan masalah I’tiqod, seperti perkataan Jahmiyah, Mu’tazilah, Rafidhah dan sekte-sekte sesat lainnya. Misalnya pendapat Mu’tazilah yang menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk Alloh dan bukan firman-Nya.
Kedua: Bid’ah dalam beribadah
Bid'ah ini misalnya melaksanakan suatu ritual ibadah yang tidak ada dalil syar’inya. Bid’ah dalam ibadah ini terbagai beberapa macam:
  • Bid’ah yang terjadi pada asal ibadah, dengan cara mengadakan suatu ritual ibadah baru yang tidak pernah disyariatkan sebelumnya, contohnya adalah melaksanakan shaum seperti yang anaa sebutkan, dengan tujuan agar dapat menguasai ilmu-ilmu tertentu
  • Bid’ah dalam hal menambah Ibadah yang disyariatkan, seperti menambah rakaat sholat shubuh menjadi tiga.
  • Bid’ah dalam bentuk pelaksanaan ibadah yang diwujudkan dengan melaksanakannya di luar aturan yang disyariatkan, contohnya melaksanakan dzikir sambil melakukan gerakan-gerakan tertentu.
  • Bid’ah dengan mengkhususkan waktu tertentu untuk melaksanakan ibadah masyru’. Seperti mengkhususkan pertengahan bulan Sya’ban dengan shaum dan sholat. Karena shaum dan sholat pada asalnya disyari’atkan akan tetapi pengkhususan pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut di waktu-waktu tertentu haruslah berdararkan nash (dalil-dali) dari Allah dan rasul-Nya.
Kesimpulannya, kalau kita lihat banyak kalangan saling menuduh bid'ah kepada saudaranya sendiri, ketahuilah bahwa salah satu penyebabnya adalah kekurang-pahaman terhadap definisi bid'ah yang beragam.
Dan urusan vonis memvonis sebagai pelaku bid'ah ini akan sedikit berkurang seandainya di dalam diri tiap kita muncul kearifan serta keluasan wawasan. Setidaknya, kalau pun tetap diyakini sebagai bid'ah, maka cara yang digunakan untuk memberantas 'bid'ah' itu tidak boleh dengan cara yang bid'ah juga.
Saling mencaci dan memaki, apalagi sampai melakukan pemboikotan kepada saudara sendiri, tentu sangat bertentangan dengan apa yang pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Mana pernah beliau SAW memaki orang lantaran dianggap sebagai pelaku bid'ah? Mana pernah beliau memboikot seseorang lantaran dituduh-tuduh sebagai pelaku bid'ah? Dan mana pernah Rasulullah SAW mengharamkan diri untuk menshalati jenazah seseorang karena dianggap pelaku bid'ah?
Yang haram dishalati di masa nabi SAW adalah orang yang kafir dan murtad. Bukan orang yang dituduh-tuduh sebagai pelaku bid'ah, dengan tolok ukur yang subjektif dan seenak selera sendiri.
Semoga Allah SWT menurukan ilmu, kearifan dan kesantunan pada diri kita semua dalam memperjuangkan syariatnya. Amien
Wallahu a`lam bishshawab, wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
»»  Baca Selengkapnya...

IBADAH ADALAH TAUQIFIYYAH

BAB KELIMA
IBADAH ADALAH TAUQIFIYYAH
A. Ibadah itu tauqifiyyah dan tak perlu tambahan lagi.
Tauqifiyyah maksudnya adalah
لا يثبت و لا يعمل إلا بدليل من القرآن و السنة
(Tidaklah ditetapkan dan diamalkan kecuali jika berdasarkan dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah) (Lihat Kitabut Tauhid ‘Aliy Lishshoffil awwal Syaikh Sholih Fauzan Al Fauzan hal. 11).
Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah dalam I’lamul Muwaqqi’in juz I hal. 334 berkata : “Bahwa asal di dalam ibadah adalah batal dan haram sampai tegak dalil yang memerintahkannya.”
Ibnu Katsir di dalam tafsirnya, mengatakan : “Bahwa di dalam masalah ibadah hanya terbatas pada nash, tidak bisa dipalingkan dengan berbagai macam qiyas (analog) dan ra'yu (akal fikiran). “(Tafsir Al-Qur’anil Adhim (IV/258)
Dari sini para ulama’ fiqh beristinbath (menggali hukum dan berkonklusi) kaidah ushul fiqh yang berbunyi :
الأصل في العبادة الممنع والمحرم أم الأصل في العبادة الإتباع
yang artinya, “Hukum asal dalam masalah ibadah adalah terlarang dan haram atau hukum asal di dalam ibadah adalah ittiba’”, sehingga datang nash, dalil atau hujjah yang memalingkannya. Maksudnya adalah terlarang dan haram beribadah hingga telah terang dan jelas bagi kita akan dalilnya dari Kitabullah atau hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam
Sehingga dengan kaidah ini, syari'at Islam akan senantiasa murni dan terjaga dari kontaminan-kontaminan hawa nafsu dan apa-apa yang bukan dari Islam, akan terjaga dari penyelewengan para munharifin (kaum yang menyimpang), dan Islam tetap menjadi agama yang terbedakan dari agama lainnya yang dengan segala kesempurnaannya tak membutuhkan penambahan dan pengurangan. Karena jika kita menambahkan sesuatu dalam agama ini padahal agama ini telah sempurna, ataupun menguranginya, berarti pada hakikatnya kita menganggap sesuatu itu kurang, sehingga perlu kita tambahkan dan kita kurangi(1)
B. Pembagian Amalan & contoh diantara bid'ah :
Amalan bila ditinjau dari pembagiannya terbagi menjadi dua yaitu ibadah dan mu`ammalah .

• Ibadah
Adapun amalan ibadah maka kaidah sebagimana disebutkan diatas yang ada dalam pelaksanaannya :
"الاصل في العبادات الحظرالا بنص
Al aslu fil ibaadaati al khatri illa binassin
(hukum asal dalam semua ibadah adalah haram kecuali ada nash yang mensyariatkannya)
Ibadah menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah adalah :
إسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضه من الأقوال والأفعال ظاهزا وباطنا
artinya : “Suatu nama yang mencakup apa-apa yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala dan diridhai-Nya dari ucapan dan perbuatan, baik yang dhohir maupun bathin”.
____________________________________
(1) Disarikan dari ‘Ilmu Ushulil Bida’ hal. 69-73).




Syaikh 'Utsaimin di dalam kitab Al-Ibtida’ fi kamal Asy-Syar'i menjelaskan syarat yang harus dipenuhi dalam ibadah, bahwa sebagaimana ketika Fudhail bin Iyadh menerangkan ayat
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya (QS Al-Mulk (67) : 2 ) Beliau menerangkan bahwa أَحْسَنُ عَمَلًا (yang lebih baik amalnya) adalah أخلصه وأصوابه “yang paling ikhlash dan paling benar (ittiba’ Rasul)(1)”.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Al-Ubudiyah hal. 127 menjelaskan tentang dua pondasi dasar ( syarat mutlaq pent) dalam ibadah, yakni :
1. Tidak boleh beribadah kecuali hanya kepada Allah ta'ala semata (ikhlash dan menjauhkan diri dari syirik baik syirik asghar(2) maupun syirik akbar(3). pent. )
2. Tidak boleh beribadah kecuali dengan apa-apa yang disyariatkan-Nya dan haram beribadah dengan berbagai macam bid’ah ( dan ini makna Mutaba’ah li Rasulillah pent.)
Syaikh 'Utsaimin melanjutkan, (dalam kitab Al-Ibtida’ fi kamal Asy-Syar'i pent.) “Perlu diketahui bahwa mutaba’ah tidak akan dapat tercapai kecuali apabila amal yang dikerjakan sesuai dengan syari'at dalam enam perkara:
________________________________________________
(1).sebagiaman Berkata Al fudail bin 'iyadh menafsiri ayat ini أَحْسَنُ عَمَلًا maknanya: اخلصه و أصوابه yang paling ikhlash dan yang paling benar kemudian beliau ditanya: apa makna yang paling iklash dan yang paling benar : beliau menjawab :
ان العمل اذا كان خالصا و لم يكن صوابا لم يقبل و اذا كان صوابا و لم يكم خالصا لم يقبل حتى يكون خالصا صوابا و الخالص ان يكون لله و الصواب ان يكون على السنة
Sesungguhnya suatu amalan jika ikhlas namun tidak benar maka amalan tersebut tidak diterima oleh Allah, begitu juga suatu amalan itu benar namun tidak ikhlash maka juga tidak akan diterima hingga amalan tersebut ikhlash dan benar, sedangkan suatu amalan itu disebut ikhlash jika hanya untuk Allah semata, dan di kategorikan benar jika sesui dengan tuntunan sunnah Rasulullah –salallahu 'alaihi wasalam- . (lihat madarijus salikin مدارج السالكين (2/91-92)
(2).Syirik yang tidak sampai menyebabkan pelakunya keluar dari Islam, dan membatalkan amalan yang disertainya saja, seperti riya’, sum’ah, dan lain-lain.
(3).Syirik yang membatalkan keislaman pelakunya dan mengeluarkannya dari Islam serta menghapus seluruh amalnya, seperti menyembah berhala atau wali-wali selain Allah, tabaruk (ngalap berkah) pada mayit, dan lain-lain.
1. Sebab, yakni jika seseorang melakukan ibadah kepada Allah dengan sebab yang tidak disyari'atkan, maka ibadah tersebut adalah bid’ah dan mardud (tertolak). Contoh : seseorang yang melakukan sholat tahajjud pada malam 27 Rajab, dengan alasan bahwa malam tersebut adalah malam mi’raj Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam, adalah bid’ah, dikarenakan sholat tahajjudnya dikaitkan dengan sebab yang tidak ditetapkan dengan syari'at, walaupun sholat tahajjud itu sendiri adalah sunnah. Namun karena dikaitkan dengan sebab yang tidak syar'i, sholatnya menjadi bid’ah.
2. Jenis, yakni ibadah harus sesuai dengan syari'at dalam jenisnya, jika tidak maka termasuk bid’ah. Contoh : seseorang menyembelih kuda untuk kurban adalah tidak sah, karena menyelisihi syari'at dalam ketentuan jenis hewan kurban, yang disyari'atkan hanyalah unta, sapi dan kambing.
3. Kadar (bilangan), yakni ibadah harus sesuai dengan bilangan/kadarnya, jika menyelisihinya maka termasuk bid’ah. Contoh : seseorang sholat dhuhur 5 rakaat, dengan menambah bilangan sholat tersebut, hal ini tidak syak lagi termasuk bid’ah yang nyata.
4. Kaifiyat (cara), seandainya seseorang berwudhu dengan cara membasuh kaki terlebih dahulu kemudian tangan, maka tidak sah wudhunya, karena menyelisihi kaifiyat wudhu’.
5. Waktu, yaitu seandainya ada orang yang menyembelih binatang kurban pada hari pertama bulan Dzulhijjah, maka tidak sah, karena waktunya tidak sebagaimana yang diperintahkan.
6. Tempat, seandainya seseorang beri’tikaf bukan di Masjid, maka tidak sah I’tikafnya, karena I’tikaf hanyalah disyari'atkan di masjid, tidak pada selainnya.
Berapa ulama membagi ibadah menjadi dua jenis , yakni :
1. Ibadah Mutlak, yaitu suatu ibadah yang tidak ditentukan secara khusus oleh Rasulullah kaifiyatnya, jumlahnya, waktu, tempat maupun sifatnya secara khusus dan terperinci.
Biasanya ibadah mutlak berbentuk suatu perintah dan berita umum dari Rasulullah tanpa ada qoyyid (pembatas) jumlah, waktu, tempat maupun sifatnya.
Contohnya adalah, mengucapkan salam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda, افشوا السلام بينكم “Tebarkan salam di antara kalian”, lafadh hadits ini adalah umum, tidak diterangkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam akan batasan waktunya, bilangannya, dan tempatnya.
2. Ibadah Muqoyyad, yaitu ibadah yang terikat dengan jumlah, bilangan, waktu, tempat maupun sifatnya, yang diterangkan secara tafshil (terperinci) oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Contohnya adalah sholat, di mana banyak hadits yang datang menerangkan tentang sifatnya, bilangannya, waktunya, dan tempatnya.

Akan tetapi dari sisi penerimaan atau penolakan amalan ibadah tersebut maka perlu memperhatikan beberapa hal berikut ini:
1. Suatu amalan merupakan ibadah pada satu keadaan namun tidak teranggap pada keadaan yang lainnya sebagai ibadah. Misalnya :
- Berdiri ketika shalat. Hal ini merupakan ibadah yang disyariatkan, namun bila ada orang yang bernadzar untuk berdiri di luar shalat dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta`ala tidaklah dibolehkan karena tidak ada dalil yang menunjukkan pensyariatannya.bahkan dalam sebuah hadist dikatakan
أن النبي - صلى الله عليه وسلم - رأى رجلا واقفا في الشمس فسأل عنه فقيل: هذا أبو إسرائيل. نذر أن يقوم في الشمس، ولا يقعد ولا يستظل، وأن يصوم. فقال النبي - صلى الله عليه وسلم - " مروه أن يقعد ويستظل، وأن يتم صومه " فأمره بالوفاء بنذر العبادة المشروعة، وهو الصوم، ونهاه عن الوفاء بنذر العبادة غير المشروعة، وهي الوقوف وعدم الاستظلال، ولم يأمره بالكفارة.
bahwasanya Rasulullah salallahu 'alaihi wasalm melihat seorang laki-laki berdiam diri dengan berdiri dibawah terik matahari, maka Rasulullah bertanya tentangnya, maka dikatakan kepada belaiu: dia itu adalah Abu Israil, dia bernadhar akan untuk berdiam diri dibawah terik matahari, tidak duduk dan tidak berteduh dan sambil berpuasa, maka Rasulullah berkata: perintahkan kepadanya untuk duduk dan berteduh (membatalkan nadharnya) dan boleh melanjutkan puasanya, dan Rasulullah melarang dari melaksanakan nadhar ibadah yang tidak ada perintah dari syariat, yaitu berdiri dan tidak berteduh, dan rasulullah tidak memrintahkan untuk mengantinya dengan kafarah. (sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari no. 6704)
- Thawaf yang disyariatkan pelaksanaannya di baitullah namun ada di antara manusia yang melaksanakannya di selain baitullah seperti di kuburan wali atau yang lainnya. & - Pelaksanaan haji di luar bulan haji.
- Puasa Ramadhan di luar bulan Ramadhan atau ketika hari raya padahal ada nash yang menunjukkan tidak bolehnya berpuasa pada hari raya tersebut.- Dan yang semisal dengan perkara-perkara yang telah kami sebutkan di atas.
2. Suatu amalan yang sama sekali tidak ada tuntunannya dalam syariat. Misalnya :
Beribadah di sisi Ka`bah dengan siulan, tepuk tangan dan telanjang, Mendekatkan diri kepada Allah dengan mendengarkan musik/nyanyian dan minum khamar. Maka amalan seperti ini batil, tidak diterima bahkan ini merupakan kebid`ahan yang pelakunya dikatakan oleh Allah ta`ala :
وقوله - عز وجل - { أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ } (الشورى آية : 21)
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (Qs As-Syura' : 21 )
3. Menambah satu perkara atau lebih terhadap amalan yang disyariatkan. Amalan seperti ini jelas tertolak (akan tetapi dari sisi batal atau tidaknya ibadah tersebut maka perlu dilihat keadaannya). Misalnya :
- Ibadah shalat yang telah disyariatkan oleh Allah subhanahu wa ta`ala ditambah jumlah rakaatnya. Yang demikian ini membatalkan ibadah tersebut.
- Berwudhu dengan membasuh anggota wudhu lebih dari tiga kali. Yang demikian ini tidak membatalkan wudhu tersebut, namun pelakunya terjatuh pada sesuatu yang dibenci .
4. Mengurangi terhadap amalan yang disyariatkan. (Dari sisi batal atau tidaknya maka perlu dilihat dulu terhadap apa yang dikurangi dari ibadah tersebut).
- Shalat tanpa berwudhu sementara ia berhadats maka shalatnya itu batal karena wudhlu merupakan syarat sahnya shalat.
- Meninggalkan satu rukun dari rukun-rukun ibadah maka ibadah itu batal.
- Laki-laki yang meninggalkan shalat lima waktu secara berjamaah dan mengerjakannya sendirian, maka shalatnya itu tidaklah batal tapi shalatnya itu kurang nilainya dan ia berdosa karena meninggalkan kewajiban berjamaah

• Muamalah
Pembicaraan tentang muamalah maka kaidah yang ada :
الا صل في المعاملات الإباحة حتى يجيء صارف الإباحة
"Hukum asal muamalah itu boleh/halal untuk dikerjakan (selama tidak ada dalil yang melarangnya dan mengharamkannya").
Adapun perkara-perkara yang dilarang dan diharamkan dalam muamalah ini bisa kita sebutkan sebagai berikut :
1. Bermuamalah untuk mengganti aturan syariat
Maka perkara ini tidak diragukan lagi kebatilannya dengan contoh mengganti hukum rajam bagi orang yang berzina dengan tebusan berupa benda. Hal ini pernah terjadi di zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, seorang pemuda yang belum menikah berzina dengan istri orang lain. Ayah si pemuda menyangka hukum yang harus ditimpakan pada putranya adalah rajam maka ia ingin mengganti hukum itu dengan memberi tebusan kepada suami si wanita tersebut berupa seratus ekor kambing berikut seorang budak perempuan. Lalu ia dan suami si wanita mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk mengadukan hal tersebut dan meminta diputuskan perkara mereka dengan apa yang ada dalam kitabullah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun menjawab permintaan mereka :
"Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh aku akan memutuskan perkara di antara kalian berdua dengan kitabullah. Kambing dan budak perempuan yang ingin kau jadikan tebusan itu ambil kembali, sedangkan hukum yang ditimpakan kepada putramu adalah dicambuk sebanyak seratus kali dan diasingkan selama setahun". Lalu beliau shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kepada salah seorang dari shahabatnya untuk mendatangi wanita yang diajak berzina oleh pemuda tersebut untuk meminta pengakuannya. Dan ternyata wanita itu mengakui perbuatan zina yang dilakukannya hingga ditimpakan padanya hukum rajam. (Sebagaimana disebutkan riwayatnya dalam hadits yang dikeluarkan Imam Bukhari dalam shahihnya, pada Kitabul Hudud no. 2695, 2696, demikian pula Imam Muslim dalam shahihnya no. 1697, 1698)
2. Bermuamalah dengan membuat akad/perjanjian yang dilarang oleh syariat.
• Akad yang tidak layak untuk diputuskan. Seperti melakukan akad nikah dengan wanita yang haram untuk dinikahi karena sepersusuan atau mengumpulkan dua wanita yang bersaudara sebagai istri.
• Akad yang hilang darinya satu syarat di mana syarat tersebut tidak bisa gugur dengan ridhanya kedua belah pihak . Seperti menikahi wanita yang sedang menjalani masa `iddah, nikah tanpa wali atau menikahi istri yang masih dalam naungan suaminya.
• Melakukan akad jual beli yang diharamkan Allah subhanahu wa ta`ala, seperti jual beli dengan cara riba, jual beli minuman keras, bangkai, babi dan sebagainya.
• Akad yang berakibat terdzaliminya salah satu dari dua belah pihak. Seperti seorang ayah menikahkan putrinya yang dewasa tanpa minta izin kepadanya. Maka akad ini tertolak ketika anak itu tidak ridha dan menuntut haknya namun bila ia ridha akad tersebut sah.
Kaidah dalam menyatakan suatu amalan sebagai bid’ah
Imam Al-Muhaddits Al-Ashr Al-Allaamah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah (1) menjelaskan delapan perkara yang dapat dikategorikan sebagai bid’ah :
1. Setiap perkara yang menyelisihi sunnah baik ucapan, amalan, I’tiqod maupun dari hasil ijtihad.
2. Setiap sarana yang dijadikan wasilah untuk bertaqarrub kepada Allah, namun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam melarangnya atau tidak menuntunkannya.
3. Setiap perkara yang tidak mungkin di syariatkan kecuali dengan nash (tauqifiyah) namun tak ada nashnya, maka ia adalah bid’ah, kecuali amalan sahabat.
4. Sesuatu yang dimasukkan dalam ibadah dari adat-adat dan tradisi orang kafir.
______________________________________
(1). Ahkamul Jana-iz wa Bid’uha hal. 241-242.
5. Apa-apa yang dinyatakan ulama’ kontemporer sebagai amalan mustahab tanpa ada dalil yang mendukungnya.
6. Setiap tata cara ibadah yang dijelaskan melalui hadits dho’if atau maudhu’
7. Berlebihan (ghuluw) dalam beribadah.
8. Setiap peribadatan yang dimutlakkan syari'at, kemudian dibatasi oleh manusia seperti tempat, waktu, kaifiyat dan bilangan tanpa ada dalil khususnya.
Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa segala hal yang diada-adakan dalam permasalahan agama adalah tercela dan jelek sekali. Karena sebagaimana perkataan Imam Fudhail bin Iyadh, bahwa
إن البدعة أحب إلى ألشيطان من للمعصية
“Sesungguhnya bid’ah itu lebih dicintai syaithan ketimbang maksiat”, dikarenakan, pelaku maksiat diharapkan sadar akan kesalahannya, karena ia mengetahui bahwa maksiat itu adalah keharaman yang nyata, sedangkan pelaku bid’ah yang mengamalkan suatu bid’ah menganggapnya sebagai suatu sunnah.
Ibnu '''Umar Radhiallahu ‘anhu juga berkata :
كل بدعة ضلالة وإن رآها الناس حسنة
“Setiap bid’ah adalah sesat meskipun manusia menganggapnya baik”(1). Maka janganlah tertipu dengan banyaknya bid’ah di hadapan mata dan manusia menganggapnya sebagai kebajikan, karena sesungguhnya Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘anhu berkata :
اتبعوا ولا تبتدعوا فقد كفيتكم
“Ittiba’lah jangan berbuat bid’ah karena kau telah dicukupi.”(2)



_________________________________________________________________________
(1). Diriwayatkan oleh Al-Lalikai (no 126), Ibnu bathah (205), Baihaqi dalam Al-Madkhal ila sunan (191), Ibnu Nashir dalam As-Sunnah (no 70) dengan tahqiqnya. Sanadnya shahih. Dinukil dari ‘Ilmu Ushulil Bida’ hal. 92.
(2). Diriwayatkan oleh Ibnu Khaitsamah dalam Al-Ilmu (no 14) dari jalan An-Nakha'i. Sanadnya shahih. Dinukil dari ‘Ilmu Ushulil Bida’ hal. 20.
»»  Baca Selengkapnya...

Nabi Muhammad SAW: Pemimpin Militer Teragung

Kedamaian merupakan prinsip dasar kehidupan dalam Islam.  Dalam Islam, perang adalah jalan terakhir yang mendesak ketika tak ada lagi pilihan lain.  Islam, selain berarti "damai" juga bermakna "pasrah" dan "taat" pada perintah Allah SWT --  pencipta, penguasa, dan pemilik alam semesta.

Dalam Islam, perang hadir untuk memulihkan kondisi agar kembali damai dan tertib. Sehingga,  setiap individu dapat menjalankan keyakinannya dengan bebas, tanpa ketakutan dan pemaksaan. Sebagai pemimpin umat Islam, Muhammad SAW terpaksa berperang untuk melindungi umatnya dari para pengacau dan penentang yang menghalangi dirinya dan para sahabatnya untuk menaati hukum Allah SWT.

Namun, segera setelah kondisi damai tercapai, semua pertempuran harus dihentikan. Sebab, kedamaian adalah kaidah dasar kehidupan dalam Islam. Afzalur Rahman dalam Ensiklopedi Muhammad Sebagai Pemimpin Militer, memaparkan, ketika semua jalur damai sudah tak mungkin dicapai  dan musuh-musuhnya mulai melakukan operasi militer, Nabi SAW segera menyusun strategi perang.

Rasulullah SAW memobilisasi seluruh sumber daya, baik kekuatan pasukan, kematangan strategi perang, maupun dukungan logistik untuk menggagalkan serangan pasukan musuh. Aksi tersebut dilakukan dengan tetap memerhatikan strategi agar jumlah korban yang jatuh di kedua belah pihak dapat ditekan seminimal mungkin.

Dalam banyak peperangan, Nabi SAW merumuskan strategi militer dengan sangat baik berdasarkan kemampuannya membaca kondisi geografis serta menghitung kekuatan, mobilitas, semangat juang, dan titik lemah strategi musuh. ‘’Strategi perangnya diputuskan setelah beliau membuat penilaian (assessment) terhadap seluruh faktor yang menentukan kesuksesan operasi militer,’’ papar Afzalur.

Rasulullah SAW juga sangat memerhatikan pentingnya efek psikologis serangan kejutan. Demikian pula dengan kerahasiaan gerakan, kecepatan, dan mobilitas kekuatan dalam pertempuran.

D alam mengorganisasi perolehan informasi tentang pergerakan dan rencana musuh, beliau mengirim patroli pengintai dan patroli tempur khusus ke sekeliling area pertempuran dan wilayah-wilayah strategis lainnya. Pasukan intelijen pun dibentuk untuk mendapatkan informasi tentang rencana rahasia yang akan dilancarkan musuh.

‘’Nabi SAW juga membentuk pasukan khusus yang menjalankan tugas-tugas rahasia; juga unit khusus untuk mengantisipasi berbagai rumor dan penyebaran informasi serta untuk melakukan gerakan demoralisasi kekuatan musuh,’’ ungkap Afzalur.

Semua unit itu bekerja keras, penuh disiplin, dan memiliki semangat berkorban yang tinggi demi Islam. Dengan strategi ini, Nabi SAW mampu menghemat biaya operasi militer sekaligus meminimalisasi jumlah korban yang jatuh di kedua belah pihak.

Kepemimpinan militer Nabi SAW
Kesuksesan operasi militer secara alamiah amat bergantung pada kualitas kepemimpinan panglimanya. Panglima-lah yang bertanggung jawab penuh dalam mengambil keputusan, memanfaatkan berbagai faktor strategis, mengatur serangan, menjaga kerahasiaan strategi perang, mengerahkan seluruh kekuatan, serta mengobarkan dan memelihara semangat juang pasukannya.

Sebagai seorang pemimpin militer, Muhammad SAW adalah sosok pemberani. Kendati sering menghadapi marabahaya dan malapetaka yang bertubi-tubi, beliau tidak pernah menunjukkan kelemahan atau ketakutan. Rasulullah SAW berperang dalam berbagai pertempuran. Meski mengalami serangan beruntun, beliau tidak pernah bergerak satu inci pun meninggalkan tempatnya.

Bahkan, Rasulullah SAW  selalu berada paling dekat dengan barisan musuh ketika pertempuran berkecamuk. Beliau tetap bertahan dan bertempur di posisinya ketika orang lain mundur tunggang-langgang. Hal itu tampak jelas pada Perang Uhud dan Hunain. Berkat keberanian dan ketenangannya situasi pelik dan genting pada dua perang ini dapat diatasi.

Kemampuan mengontrol diri merupakan salah satu kunci sukses pertempuran. Dan, Nabi Muhammad SAW dikenal mampu mengontrol diri dalam segala situasi. Misalnya, pada Perang Uhud, banyak anggota pasukannya panik ketika musuh melakukan serangan balik dan mengepung mereka dari berbagai arah.

Bahkan, tidak sedikit dari pasukannya melarikan diri dari medan pertempuran. Dalam situasi penuh kebingungan ini, Nabi tetap mampu mengontrol diri. Bahkan dengan keahliannya, beliau mampu mengubah situasi. Muhammad selalu menunjukkan perilaku adil dan membenci diskriminasi. Kedua sifat mulia ini ia juga terapkan kepada pasukannya di medan pertempuran.

Dalam Perang Badar, Muhammad SAW mengatur barisan pasukannya dengan memegang panah. Saat mengetahui bahwa Sawad ibnu Ghaziyah berdiri di luar barisan, Rasulullah menyodok perut Sawad dengan busur panah sambil berkata, "Hai Sawad, masuklah dalam barisan!". "Engkau menyakitiku, Rasulullah," seru Sawad, "Allah mengutusmu dengan kebenaran dan keadilan maka biarkan aku membalas!". Maka Nabi Muhammad menyingsikan bajunya di bagian perut dan berkata, "Balaslah." Namun, Sawad malah memeluk dan menciumi perut Muhammad.

Sebagai seorang panglima militer, Nabi SAW juga dikenal karena sikapnya yang selalu berpegang pada kebenaran. Beliau selalu menyediakan argumen yang sangat substansial ketika harus berjihad menghadapi musuhnya. Muhammad SAW selalu memegang tinggi etika berperang, yakni tak menyakiti dan membunuh anak-anak dan perempuan dari kalangan musuh, serta tak menembangi pohon demi kelestarian alam
»»  Baca Selengkapnya...

Aksi Perlawanan Menimbulkan Kerugikan Signifikan pada Zionis

Aksi Perlawanan Menimbulkan Kerugikan Signifikan pada Zionis
[ 25/11/2012 - 01:04 ]

Nazaret – PIP: Menurut sebuah majalah ekonomi Israel yang diterbitkan di "Tel Aviv", sector pariwisata Zionis mengalami kerugian secara signifikan akibat agresi militer Israel baru-baru ini ke Jalur Gaza. Majalah ekonomi Israel ini menyebutkan bahwa kerugian ini terjadi di semua kota di wilayah Palestina yang diduduki Israel sejak tahun 1948, termasuk "Tel Aviv" dan Yerusalem.

Majalah Israel “The Marker” di edisi terakhir, menyatakan bahwa agresi yang dilancarkan oleh tentara Zionis Israel ke Jalur Gaza baru-baru ini dan berlangsung selama delapan hari berturut-turut, telah menimbulkan kerugian signifikan di sektor pariwisata di wilayah Palestina yang diduduki Israel. Surat kabar Israel ini menyatakan bahwa berdasarkan pemantauan telah terjadi pembatasan 20 persen tur wisata, yang dijadwalkan berlangsung di dalam wilayah Palestina yang diduduki Israel sejak tahun 1948, selama periode operasi militer Israel ke Jalur Gaza baru-baru ini.

The Marker menjelaskan bahwa Kementerian Pariwisata Zionis mulai merenovasi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi di lokasi-lokasi pariwisata yang terletak di daerah selatan di wilayah Palestina terjajah 1948, yang mengalami kerusakan terbesar akibat serangan roket Palestina ke daerah-daerah tersebut sebagai serangan balasan atas agresi Zionis ke Jalur Gaza. (asw)
Aksi Perlawanan Menimbulkan Kerugikan Signifikan pada Zionis
[ 25/11/2012 - 01:04 ]

Nazaret – PIP: Menurut sebuah majalah ekonomi Israel yang diterbitkan di "Tel Aviv", sector pariwisata Zionis mengalami kerugian secara signifikan akibat agresi militer Israel baru-baru ini ke Jalur Gaza. Majalah ekonomi Israel ini menyebutkan bahwa kerugian ini terjadi di semua kota di wilayah Palestina yang diduduki Israel sejak tahun 1948, termasuk "Tel Aviv" dan Yerusalem.

Majalah Israel “The Marker” di edisi terakhir, menyatakan bahwa agresi yang dilancarkan oleh tentara Zionis Israel ke Jalur Gaza baru-baru ini dan berlangsung selama delapan hari berturut-turut, telah menimbulkan kerugian signifikan di sektor pariwisata di wilayah Palestina yang diduduki Israel. Surat kabar Israel ini menyatakan bahwa berdasarkan pemantauan telah terjadi pembatasan 20 persen tur wisata, yang dijadwalkan berlangsung di dalam wilayah Palestina yang diduduki Israel sejak tahun 1948, selama periode operasi militer Israel ke Jalur Gaza baru-baru ini.

The Marker menjelaskan bahwa Kementerian Pariwisata Zionis mulai merenovasi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi di lokasi-lokasi pariwisata yang terletak di daerah selatan di wilayah Palestina terjajah 1948, yang mengalami kerusakan terbesar akibat serangan roket Palestina ke daerah-daerah tersebut sebagai serangan balasan atas agresi Zionis ke Jalur Gaza. (asw)
»»  Baca Selengkapnya...

Dokter-dokter Dunia Tiba di Gaza Untuk Bantu Operasi Bedah

Dokter-dokter Dunia Tiba di Gaza Untuk Bantu Operasi Bedah
[ 25/11/2012 - 08:33 ]

Gaza – PIP: Delegasi komunitas Dokter-dokter Dunia tiba di Jalur Gaza dalam kunjungan solidaritas untuk melakukan sejumlah operasi beda, kunjungan ke sejumlah rumah sakit dan memantau pengobatan korban luka akibat serangan Israel terakhir ke Jalur Gaza.

Delegasi dokter itu terdiri dari 11 dokter dari berbagai specialis dari specialis bedah kecantikan, bedah saluran kencing, penyakit mata, hingga bedah syaraf. Mereka datang membawa alat beda.

Jubir delegasi dokter dari Turki, Sulaiman Kondez menegaskan di bandara Istanbul sebelum berangkat ke Gaza bahwa serangan brutal Israel menyebabkan sekitar 165 orang Palestina terbunuh dan lebih dari 1200 lainnya luka-luka.

Ia menambahkan, lembaga medis di Jalur Gaza tidak mampu mengatasi dan memenuhi kebutuhan pengobatan akibat kurangnya perlengkapan medis akibat blokade Israel terhadap Jalur Gaza.

Tim delegasi medis ini akan berada di Jalur Gaza selama 12 hari dan kemudian akan disusul tim medis lainnya setelah itu. (bsyr)
Dokter-dokter Dunia Tiba di Gaza Untuk Bantu Operasi Bedah
[ 25/11/2012 - 08:33 ]

Gaza – PIP: Delegasi komunitas Dokter-dokter Dunia tiba di Jalur Gaza dalam kunjungan solidaritas untuk melakukan sejumlah operasi beda, kunjungan ke sejumlah rumah sakit dan memantau pengobatan korban luka akibat serangan Israel terakhir ke Jalur Gaza.

Delegasi dokter itu terdiri dari 11 dokter dari berbagai specialis dari specialis bedah kecantikan, bedah saluran kencing, penyakit mata, hingga bedah syaraf. Mereka datang membawa alat beda.

Jubir delegasi dokter dari Turki, Sulaiman Kondez menegaskan di bandara Istanbul sebelum berangkat ke Gaza bahwa serangan brutal Israel menyebabkan sekitar 165 orang Palestina terbunuh dan lebih dari 1200 lainnya luka-luka.

Ia menambahkan, lembaga medis di Jalur Gaza tidak mampu mengatasi dan memenuhi kebutuhan pengobatan akibat kurangnya perlengkapan medis akibat blokade Israel terhadap Jalur Gaza.

Tim delegasi medis ini akan berada di Jalur Gaza selama 12 hari dan kemudian akan disusul tim medis lainnya setelah itu. (bsyr)
»»  Baca Selengkapnya...

Pengertian Mati Syahid atau Husnul Khatimah

KabarIndonesia - Tanda-tanda husnul khatimah banyak yang telah disimpulkan oleh para ulama dengan penelitian terhadap nash-nash yang terkait. Disini kami uraikan sebagian tanda-tanda tersebut, apakah mati Syahid hanya bagi yang gugur di medan tempur saja? Tentunya tidak. Ada tiga macam Mati Syahid, yaitu:

1.Mati Syahid dunia akhirat, (tentara yang gugur di medan tempur dalam membela Agama Allah).

2.Mati Syahid Akhirat, (Mati akibat, melahirkan, tenggelam, sakit perut, tertimpa batu atau sejenisnya, kecelakaan dan lain-lain).

3.Mati Syahi Dunia, (perajurit gugur di medan tempur dengan niat membela Agama Allah dan mengharap rampasan perang).

Alhasil, semuanya mendapat  derajat/ pahala mati Syahid, hanya saja, paling utama adalah mati Syahid Dunia Akhirat dan jasadnya haram dimandikan dan di shalatkan, adapaun jenis yang lain, sekalipun mendapat derajat/ pahala mati Syahid tetap wajib dimandikan, dishalatkan dan kafani. mari kita simak beberapa Hadist Nabi Muhammad SAW tentang wafat Husnul khatimah dan mati Syahid beserta tanda-tandanya,  diantaranya:  

1.Wafat dalam keadaan mengucapkan kalimat Laa ilaaha illallah. Hadits riwayat Al-Hakim dll, bahwasannya Rasululah SAW bersabda, Maksud Hadist: “Barangsiapa yang akhir ucapannya Laa ilaaha illallah, maka ia masuk surga.”  

2.Meninggal dengan kening berkeringat. Hadits riwayat Buraidah bin Hashib ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, Maksud Hadist: “Kematian seorang mukmin dengan keringat di kening.”  

3.Wafat pada malam Jum’at atau siangnya. Rasulullah SAW bersabda, Maksud Hadist: “Tidaklah seorang muslim wafat pada hari Jum’at atau malam Jum’at,melainkan Allah akan menjaganya dari fitnah (siksa) kubur”.(Ahmad & Tirmidzi).

Disini kita bertanya tanya, bagaimana kalau seorang yang wafat selain hari kamis atau jum’at? Tentunya sama saja, tergantung amalannya selama didunia. Walaupun wafat hari Jum’at/ malam Jum’at, bila perbuatannya buruk hingga menghembuskan nafas yang terakhir, maka tetap akan mendapat siksa Allah. Yakni, wafat hari Jum’at/ malam Jum’at itu bukan jaminan.

Banyak sekali orang-orang yang baik prilakunya, namin ia mati dhari-hari selain Jum’at/ malam Jum’at termasuk Nabi Muhammad SAW wafat pada hari minggu malam senin. Maka dari itu, kita diwajibkan berbaik sangka terhadap orang yang sudah mati.    

Hadits riwayat Muslim dalam Shahihnya, bahwasanya beliau SAW, bersabda:   Maksud Hadist “Siapakah orang yang syahid menurut kalian?” Para sahabat menjawab,”Orang yang terbunuh di jalan Allah, maka ia syahid.” Rasulullah SAW bersabda, ”Kalau begitu, orang yang mati syahid dari umatku sedikit,” mereka bertanya,”Kalau begitu, siapa wahai Rasulullah?” Beliau SAW menjawab, ”Orang yang terbunuh di jalan Allah, ia syahid. Orang yang mati dijalan Allah, maka ia syahid, Orang yang mati karena sakit tha’un (wabah), maka ia syahid.

Barangsiapa yang mati karena sakit perut, maka ia syahid. Dan orang yang mati tenggelam adalah syahid,”

4.Mati karena tertimpa reruntuhan. Berdasarkan hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Nabi SAW beliau SAW bersabda, Maksud Hadist: “Orang yang mati syahid ada lima, yaitu: Orang yang mati terkena penyakit tha’un, sakit perut, orang tenggelam, orang yang terkena reruntuhan dan orang yang shahid di jalan Allah.”  

5.Tanda mati husnul khatimah, khusus bagi wanita, ialah meninggal saat nifas, ataupun meninggal saat sedang hamil. Telah diriwayatkan sebuah Hadits shahih dari Imam Ahmad, dengan sanad Ubadah bin Ash Shamit ra, bahwa Nabi Muhammad SAW menyebutkan beberapa syuhada’, diantaranya, Maksud Hadist: “…Dan wanita yang dibunuh anaknya (kerana melahirkan) masuk golongan syahid, dan anak itu akan menariknya dengan tali pusatnya ke Surga(syahid akhirat)”.  

6.Meninggal kerana terbakar dan radang selaput dada. Rasulullah SAW pernah menyebutkan macam-macam orang yang mati syahid, termasuk orang yang mati terbakar. Demikian pula orang yang meninggal lantaran menderita radang selaput dada, yaitu bengkak yang meradang, nampak pada selaput yang ada di bagian dalam tulang-tulang rusuk. Adapun haditsnya diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunannya.  

7.Diantara Hadist yang menjelaskan jenis kematian syahid yang lain yaitu: hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dan Annasaa’i, bahawa Nabi SAW bersabda, Maksud Hadist: “Barangsiapa yang terbunuh karena membela hartanya, maka ia syahid. Barangsiapa terbunuh karena membela keluarganya, maka ia syahid. Barangsiapa terbunuh karena membela agamanya, maka ia syahid. Dan barangsiapa yang terbunuh karena membela darahnya, maka ia syahid”.  

8.Meninggal kerana sedang bertugas (menjaga wilayah perbatasan) di jalan Allah Ta’ala. Berdasarkan hadits riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda, Maksud Hadist: “Berjaga-jaga sehari-semalam (di daerah perbatasan) lebih baik daripada puasa beserta shalat malamnya selama satu bulan. Seandainya ia meninggal, maka pahala amalnya yang telah ia perbuat akan terus mengalir, dan akan diberikan rezeki baginya, dan ia terjaga dari fitnah”.   9.Wafat dalam keadaan melakukan amal sholeh. Nabi SAW, bersabda, Maksud Hadist: “Barangsiapa mengucapkan Laa ilaha illallah karena Allah kemudian amalnya ditutup dengannya, maka ia masuk surga.

Barangsiapa berpuasa karena Allah kemudian amalnya diakhiri denganya, maka ia masuk surga. Barangsiapa bersedekah kemudian itu menjadi amalan terakhirnya, maka ia masuk surga”. (Imam Ahmad dll).   Ketahuilah wahai saudara-saudaraku, bahwa terlihatnya salah satu di antara tanda-tanda itu pada satu jenazah, bukan berarti dia dipastikan menjadi penduduk Surga. Namun diharapkan (baik sangka), itu sebagai tanda baik baginya. bilamana tanda-tanda itu tidak ada pada satu jenazah, maka janganlah menyangka bahwa seseorang ini tidak baik. Semua ini merupakan masalah ghaib yang hanya diketahui oleh Allah Ta’ala.

Sebab-sebab mati hasnul khatimah
Faktor terpenting, yaitu istiqomah melakukan ketaatan dan takut kepada Allah serta segera bertaubat dari perbuatan haram yang melumurinya, hendaknya tidak berkecimpung didalam kemaksiatan (dosa-dosa besar) dengan disengaja, seperti Ghibah, Adu domba, Makan hasil bunga bank (riba’), Berdusta, Sumpah palsu, Saksi palsu, berzina dan lain-lain.

Yang paling Inti hendaknya merealisasikan Tauhid dan Perbuatan yang paling dilarang adalah Syirik (menyekutukan Allah).  Maksud Firman Allah:   “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (Annisaa’ : 48).

WAFAT SU’UL KHATIMAH (AKHIR HAYAT YANG BURUK)  
Su’ul khatimah (akhir hayat yang buruk) adalah mati dalam keadaan berpaling dari Allah, berada di atas murkaNya serta meninggalkan kewajiban dari Allah Ta’ala, dan Tidak diragukan lagi, bagi yang sering meninggalkan shalat dan belum bertaubat, bisa dipastikan akan menghembuskan nafas yang terakhir dalam keadaan su’ul khatimah. demikian ini akhir kehidupan yang menyedihkan, Semoga Allah Ta’ala menjauhkan kita dari bahaya mati su’ul khatimah.  

Terkadang nampak pada sebagian orang yang sedang sakaratul maut, tanda-tanda yang mengisyaratkan su’ul khatimah, seperti: menolak mengucapkan syahadat, justru mengucapkan kata-kata jelek dan haram, serta menampakkan kecenderungan padanya dan lain sebagainya. Kami perlu menyebutkan begaimana contoh benar kejadian tersebut.  

Kisah yang dibawakan oleh Ibnul Qoyyim dalam kitabnya, “Aljawaabul Kaafi”, bahwa ada seseorang saat sakaratul maut, dia diingatkan, “Ucapkanlah Laa ilaha illallah”. Lalu orang itu menjawab: ”Apa gunanya bagiku, Aku pun tidak pernah mengerjakan shalat kerana Allah, meskipun sekali”. akhirnya ia pun tidak mengucapkannya. 

Al-Hafizh Rajab dalam kitab “Jami’ul Ulum wal Hikam”, menukil dari salah satu ulama, Abdul ‘Aziz bin Abu Rowwad, beliau berkata: “Aku menyaksikan seseorang, yang ketika hendak meninggal ditalqin (diajari) Laa ilaha illallah. Akan tetapi, ia mengingkarinya pada akhir ucapannya.”

Kemudian Syaikh Abdul Aziz bertanya kepadanya tentang orang ini. Ternyata ia seorang peminum arak. Selanjutnya Syaikh Abdul Aziz berkata: “Takutlah kalian terhadap perbuatan dosa, kerana perbuatan dosa itu yang telah menjerumuskannya”.     Berikut ini kami bawakan keterangan Ibnul Qayyim. Komentar ini dibawakan setelah menyebutkan kisah-kisah di atas. Beliau berkata:

“Subhanallah, betapa banyak orang yang menyaksikan ini mendapatkan pelajaran, Apabila seorang hamba, pada saat sadar, kuat, serta memiliki kemampuan, dia bisa dikuasai syaitan, ditunggangi perbuatan maksiat yang diinginkannya, mampu membuat hatinya lalai dari mengingat Allah Ta’ala, menahan lisannya dari dzikir, dan (begitu pula) anggota badannya dari mentaati-Nya, lalu bagaimana kiranya ketika kekuatannya melemah, hati dan jiwanya kacau karena goncangan sakitnya nazak tercabutnya nyawa (sakaratul maut) yang sedang dia alami?

Sementera saat itu, syaitan mengerahkan seluruh kekuatan dan konsentrasinya, dan menghimpun semua kemampuannya untuk mencuri kesempatan (mengharap mati su’ul khatimah). Sesungguhnya ini adalah klimaks. Saat itu, hadir syaitan yang terkuat, sementara si hamba dalam kondisi paling lemah. Siapakah yang sanggup menyelamatkan?

Pada kondisi seperti ini, telah disinggung dalam Alquran, maksud Firman: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, dan Allah menyesatkan orang-orang yang dhalim dan bererbuat apa yang Dia kehendaki”. (Ibrahim : 27).  

Maka, orang yang dilalaikan hatinya dari mengingat Allah Ta’ala, (selalu) mengikuti nafsunya dan melampaui batas, bagaimana mungkin diberi petunjuk agar husnul khatimah? Orang yang hatinya jauh dari Allah Ta’ala, lalai dari-Nya, mengagungkan nafsunya, menyerahkan kepada syahwatnya, lisannya kering dari dzikir, serta anggota badannya terhalang dari ketaatan dan sibuk dengan maksiat, maka mustahil mendapat petunjuk agar akhir kehidupannya baik (husnul khatimah). 

Semoga Allah melindungi kita dari su’ul khatimah. Kerana itu, selayaknya bagi orang yang berakal agar mewaspadai ketergantungan hatinya terhadap perbuatan-perbuatan yang haram. Ya Allah, jadikanlah amal terbaik kami sebagai penutup amal kami. Jadikanlah umur terbaik kami sebagai akhirnya. Dan jadikanlah hari terbaik kami sebagai hari kami menjumpai-Mu Ya Allah, berilah taufik kepada kami untuk melaksanakan berbagai kebaikan dan menjauhi semua kemungkaran.
»»  Baca Selengkapnya...