Saudariku muslim dan muslimah, berbeda dengan sabar yang tidak ada batasnya,
maka bercanda ada batasnya. Tidak bisa dipungkiri, di saat-saat tertentu
kita memang membutuhkan suasana rileks dan santai untuk mengendorkan
urat syaraf, menghilangkan rasa pegal dan capek sehabis bekerja.
Diharapkan setelah itu badan kembali segar, mental stabil, semangat
bekerja tumbuh kembali, sehingga produktifitas semakin meningkat. Hal
ini tidak dilarang selama tidak berlebihan.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun Bercanda
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sering mengajak istri
dan para sahabatnya bercanda dan bersenda gurau untuk mengambil hati
serta membuat mereka gembira. Namun canda beliau tidak berlebihan, tetap
ada batasnya. Bila tertawa, beliau tidak melampaui batas tetapi hanya
tersenyum. Begitu pula dalam bercanda, beliau tidak berkata kecuali yang
benar. Sebagaimana yang diriwayatkan dalam beberapa hadits yang
menceritakan seputar bercandanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seperti hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Aku
belum pernah melihat Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa
terbahak-bahak hingga kelihatan amandelnya, namun beliau hanya
tersenyum.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pun menceritakan, para sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai, Rasullullah! Apakah engkau juga bersendau gurau bersama kami?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab dengan sabdanya, “Betul, hanya saja aku selalu berkata benar.” (HR. Imam Ahmad. Sanadnya Shahih)
Adapun contoh bercandanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bercanda dengan salah satu dari kedua cucunya yaitu Al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhu. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjulurkan lidahnya bercanda
dengan Al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhu. Ia pun melihat merah lidah
beliau, lalu ia segera menghambur menuju beliau dengan riang gembira.” (Lihat Silsilah Ahadits Shahihah, no hadits 70)
Adab Bercanda Sesuai Syariat
Poin di atas cukup mewakili arti bercanda yang dibolehkan dalam
syariat. Selain itu, hal penting yang harus kita perhatikan dalam
bercanda adalah:
1. Meluruskan tujuan yaitu bercanda untuk menghilangkan kepenatan,
rasa bosan dan lesu, serta menyegarkan suasana dengan canda yang
dibolehkan. Sehingga kita bisa memperoleh semangat baru dalam melakukan
hal-hal yang bermanfaat.
2. Jangan melewati batas. Sebagian orang sering berlebihan dalam
bercanda hingga melanggar norma-norma. Terlalu banyak bercanda akan
menjatuhkan wibawa seseorang.
3. Jangan bercanda dengan orang yang tidak suka bercanda. Terkadang
ada orang yang bercanda dengan seseorang yang tidak suka bercanda, atau
tidak suka dengan canda orang tersebut. Hal itu akan menimbulkan akibat
buruk. Oleh karena itu, lihatlah dengan siapa kita hendak bercanda.
4. Jangan bercanda dalam perkara-perkara yang serius. Seperti dalam
majelis penguasa, majelis ilmu, majelis hakim (pengadilan-ed), ketika
memberikan persaksian dan lain sebagainya.
5. Hindari perkara yang dilarang Allah Azza Wa Jalla saat bercanda.
- Menakut-nakuti seorang muslim dalam bercanda. Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah salah seorang dari kalian mengambil barang milik saudaranya, baik bercanda maupun bersungguh-sungguh.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda: “Tidak halal bagi seorang muslim untuk menakut-nakuti muslim yang lain.” (HR. Abu Dawud)
- Berdusta saat bercanda. Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku
menjamin dengan sebuah istana di bagian tepi surga bagi orang yang
meninggalkan debat meskipun ia berada di pihak yang benar, sebuah istana
di bagian tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meski ia
sedang bercanda, dan istana di bagian atas surga bagi seseorang yang
memperbaiki akhlaknya.” (HR. Abu Dawud). Rasullullah pun telah
memberi ancaman terhadap orang yang berdusta untuk membuat orang lain
tertawa dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Celakalah seseorang yang berbicara dusta untuk membuat orang tertawa, celakalah ia, celakalah ia.” (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi)
- Melecehkan sekelompok orang tertentu. Misalnya bercanda dengan
melecehkan penduduk daerah tertentu, atau profesi tertentu, bahasa
tertentu dan lain sebagainya, yang perbuatan ini sangat dilarang.
- Canda yang berisi tuduhan dan fitnah terhadap orang lain.
Sebagian orang bercanda dengan temannya lalu mencela, memfitnahnya, atau
menyifatinya dengan perbuatan yang keji untuk membuat orang lain
tertawa.
6. Hindari bercanda dengan aksi atau kata-kata yang buruk. Allah telah berfirman, yang artinya, “Dan
katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan
perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan adalah musuh yang
nyata bagi kalian.” (QS. Al-Isra’: 53)
7. Tidak banyak tertawa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan agar tidak banyak tertawa, “Janganlah kalian banyak tertawa. Sesungguhnya banyak tertawa dapat mematikan hati.” (HR. Ibnu Majah)
8. Bercanda dengan orang-orang yang membutuhkannya.
9. Jangan melecehkan syiar-syiar agama dalam bercanda. Umpamanya
celotehan dan guyonan para pelawak yang mempermainkan simbol-simbol
agama, ayat-ayat Al-Qur’an dan syair-syiarnya, wal iyadzubillah! Sungguh perbuatan itu bisa menjatuhkan pelakunya dalam kemunafikan dan kekufuran.
Demikianlah mengenai batasan-batasan dalam bercanda yang
diperbolehkan dalam syariat. Semoga setiap kata, perbuatan, tingkah laku
dan akhlak kita mendapatkan ridlo dari Allah, pun dalam masalah
bercanda. Kita senantiasa memohon taufik dari Allah agar termasuk ke
dalam golongan orang-orang yang wajahnya tidak dipalingkan saat di
kubur nanti karena mengikuti sunnah Nabi-Nya. Wallahul musta’an.
Saya dari Malaysia dan sangat selesa membaca artikel ini.
BalasHapus