Minggu, 30 September 2012

Kriteria Dosa

Dosa, setiap kita pasti tak lepas darinya. Demikianlah sunnatullah bagi manusia sebagai hamba yang tidak pernah luput dari kekurangan. Namun, hendaknya kita tidak berkecil hati. Bukankah Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang menyediakan ampunan dan penghapusan kesalahan kepada hambaNya di setiap saat?

Meskipun demikian, kenyataan menyedihkan hari ini adalah para hamba yang hina dan lemah justru meremehkan dosa kepada Penciptanya. Mereka lupa bahwa dosa dan kemaksiatanya dapat mengundang murka Sang Maha Kuat ‘Azza Wa Jalla.

Sebagai seorang mu’min yang bersaudara di atas tali keimanan, patutlah kiranya bagi kita untuk saling mengingatkan agar segera menjauhi dosa dan kemaksiatan, serta tidak meremehkannya.
Dahulu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah mewanti – wanti kepada umatnya akan dosa yang dianggap remeh. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebutnya sebagai muhqirat adz-dzunub. Tahukah Anda apa itu muhqirat adz-dzunub?

Imam Ahmad dalam Musnadnya menyebutkan satu riwayat dari hadits Sahal bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, artinya : “Jauhilah oleh kalian muhqirat adz-dzunub. Sesungguhnya perumpamaan muhqirat adz-dzunub itu seperti suatu kaum yang singgah di satu lembah, lalu satu orang datang membawa satu dahan (kayu bakar) dan yang lainnya juga demikian sampai mereka mengumpulkan banyak kayu bakar yang bisa mematangkan roti mereka. Sesungguhnya muhqirat adz-dzunub itu, kapan pelakunya dibalas maka akan menghancurkannya.” (HR. Ahmad dan dishahihkan Albani di dalam kitab Silsilah al-Ahadits al-Shahihah, no. 389).

Dalam riwayat lain disebutkan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, artinya : “Jauhilah oleh kalian muhqirat adz-dzunub, karena ia akan berhimpun pada seseorang, sehingga akan membinasakannya.” (HR. Ahmad dan lainnya. Lihat Silsilah ash-Shahihah, no. 389).
Sungguh benarlah,  ucapan sahabat yang mulia Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dahulu : “Kalian sekarang melakukan perbuatan dosa yang di mata kalian perbuatan itu lebih tipis daripada rambut (sangat remeh). Padahal dulu di masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kami menganggapnya termasuk perkara yang akan membinasakan” (HR. Bukhari).

Itu beliau ucapkan dahulu di zaman beliau hidup. Bagaimana jika beliau hidup di zaman ini dan menyaksikan apa yang terjadi?

Dosa Besar dan Kecil
Telah kita maklumi bersama bahwa dosa kepada Allah Subhanahu Wa ta’ala  terbagi menjadi dua : kabair (dosa – dosa besar) dan shaghair (dosa – dosa kecil).
Meskipun demikian, sebagian ulama tidak melihat adanya pembagian seperti ini. Mereka menganggap bahwa seluruh kemaksiatan dan penyelewangan dari jalan Allah adalah dosa besar karena merupakan keberanian dan kelancangan dihadapan Allah. Mereka mengatakan demikian karena melihat betapa besarnya hak Allah atas hamba-hamba-Nya.
Namun pendapat yang kedua ini lemah. Sebab Allah  Subhanahu Wa Ta’ala  sendiri telah membagi dosa dalam dua bagian, sebagaimana dalam firmanNya, artinya : “Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga)” (QS. An-Nisa’: 31).

Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, artinya : “Maukah kalian kuberitahukan dosa yang paling besar?’ (pertanyaan ini diulang oleh beliau sampai tiga kali). Para shahabat menjawab, ‘Tentu, wahai Rasulullah!’ Maka, beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallambersabda, artinya : “Syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, (kemudian beliau duduk yang sebelumnya bersandaran), kemudian beliau berkata : “hindarilah ucapan dusta”. Perawi berkata : Beliau mengulang-ngulangnya sampai kami berkata (di dalam hati), ‘Semoga beliau diam.’ [HR. Bukhari dan Muslim].
Dalil – dalil di atas dapat menjelaskan kepada kita bahwa dosa itu ada yang besar dan ada pula yang kecil.

Kriteria Dosa Besar
Banyak ulama yang menjelaskan mengenai batasan dan kriteria dosa besar. Namun di antara pendapat yang ada, pendapat yang paling bagus dan kami pilih dalam hal ini adalah apa yang dikatakan oleh Imam Adz-Dzahabi rahimahullah di dalam mukaddimah kitabnya Al-Kabair, di mana beliau berkata :
“Pendapat yang lebih terarah yang tegak di atas dalil adalah bahwa barangsiapa yang melakukan sesuatu perbuatan dosa yang ada had-nya (hukuman khusus) di dunia karena dosanya itu, seperti pembunuhan, zina, pencurian, ataupun perbuatan lainnya yang mendapat janji adzab di akhirat kelak atau akan mendapat kemurkaan, atau ancaman, atau dilaknat pelakunya melalui lisan Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, maka perbuatan tersebut dikategorikan sebagai dosa besar.
Sebagian ulama menambahkan, yaitu perbuatan yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam meniadakan iman dari pelakunya, atau Nabi  Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengataan “bukan golongan kami” atau Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berlepas diri dari pelakunya.
Di antara contohnya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, artinya : “Orang yang melakukan namimah (adu domba) itu tidak akan masuk surga”  (HR Bukhari dan Muslim).
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, artinya : “Barang siapa yang menghunuskan pedang kepada kami, kaum muslimin, maka dia bukan golongan kami” (HR. Bukhari dan Muslim).
Nabi r bersabda, artinya : “Siapa yang menipu kami maka dia bukan golongan kami” (HR Muslim).
Contohnya juga, memakan harta anak yatim. Sebagaimana firman Allah  Subhanahu Wa Ta’ala, artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)” (QS. An-Nisa’:10).
Dan contoh – contoh lainnya sesuai kriteria di atas, sebagaimana yang banyak terdapat dalam al-Qur’an dan hadits yang shahih.
Sehingga, jika Anda mendapatkan atau mendengarkan dalil berisi dosa sesuai kriteria tersebut, maka waspadalah! Sungguh ia adalah dosa besar di sisi Rabb kita I .

Dosa Kecil Menjadi Besar
Wahai saudaraku, ketika engkau hendak melakukan dosa, janganlah melihat kepada kecilnya dosa. Namun lihatlah, kepada siapa engkau berbuat dosa? Patutkah bagi seseorang yang diciptakan dan diberi oleh Allah  Subhanahu Wa Ta’ala  nikmat yang lengkap dan cukup, lantas melanggar laranganNya?! Ingatlah bahwa Dia adalah Sang Pencipta, Penguasa alam semesta ini, Pemilik kerajaan langit dan bumi, Pemilik hari pembalasan dan sangat mampu melakukan apa saja kepada para hamba dan ciptaanNya!
Ketahuilah, sebuah dosa yang mungkin kita anggap kecil ternyata dapat berubah menjadi dosa besar, apabila :
  1. Menjadi kebiasaan dan dilakukan terus menerus.
Diriwayatkan bahwa sahabat yang mulia Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma mengatakan :

لاَ كَبِيْرَةَ مَعَ الاِسْتِغْفَارِ وَلاَ صَغِيْرَةَ مَعَ الإِصْرَارِ

artinya : “Tidak ada dosa besar jika dihapus dengan istighfar (meminta ampun pada Allah) dan tidak ada dosa kecil jika dilakukan terus menerus”. (HR. Baihaqi dalam Asy Syu’ab).

 2.  Menganggap remeh sebuah dosa.
Oleh karenanya, jika seorang hamba menganggap besar suatu dosa, maka dosa itu akan kecil di sisi Allah. Sedangkan jika seorang hamba mengganggap kecil (remeh) suatu dosa, maka dosa itu akan dianggap besar di sisi Allah.
Ibnu Mas’ud t mengatakan : “Sesungguhnya seorang mukmin melihat dosanya seakan-akan ia duduk di sebuah gunung dan khawatir gunung tersebut akan menimpanya. Sedangkan seorang yang fajir (yang gemar maksiat), ia akan melihat dosanya seperti seekor lalat yang lewat begitu saja di hadapan batang hidungnya.”

3. Memamerkan dan sengaja menampakkan dosa. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, artinya : “Setiap umatku akan diampuni kecuali orang yang melakukan jahr (muhajirin). Di antara bentuk melakukan jahr adalah seseorang di malam hari melakukan maksiat, namun di pagi harinya –padahal telah Allah tutupi-, ia sendiri yang bercerita, “Wahai fulan, aku semalam telah melakukan maksiat ini dan itu.” Padahal semalam Allah telah tutupi maksiat yang ia lakukan, namun di pagi harinya ia sendiri yang membuka ‘aibnya yang telah Allah tutup “ [HR. Bukhari dan Muslim].

4. Dosa tersebut dilakukan oleh seorang alim yang menjadi panutan . Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, artinya : “Barangsiapa melakukan suatu amalan kejelekan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikitpun” [HR. Muslim].

Sehingga bagi seorang alim yang menjadi panutan lainnya, hendaknya ia : [1] meninggalkan dosa dan [2] menyembunyikan dosa jika ia terlanjur melakukannya.
Sebagaimana dosa seorang alim bisa berlipat-lipat jika ada yang mengikuti melakukan dosa tersebut, maka begitu pula dengan kebaikan yang ia lakukan. Jika kebaikan tersebut diikuti orang lain, maka pahala akan semakin berlipat untuknya.
Akhirnya, janganlah kita meremehkan dosa dan maksiat kepada Allah  Subhanahu Wa Ta’ala. Selalulah merasa takut akan balasan dan adzab yang akan diturunkannya dengan sekejap mata. Kalaupun telah tergelincir ke dalamnya, segeralah bertaubat dan menutupinya dengan kebaikan, agar hati dapat bersih kembali dari titik-titik noda.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, artinya : “Sesungguhnya jika seorang hamba berbuat kesalahan/dosa dititikkan pada hatinya satu titik hitam. Namun bila ia menarik diri/berhenti dari dosa tersebut, beristighfar dan bertaubat, dibersihkan hatinya dari titik hitam itu. Akan tetapi bila tidak bertaubat dan kembali berbuat dosa maka bertambah titik hitam tersebut, hingga mendominasi hatinya. Itulah ar-ran (tutupan) yang Allah  Subhanahu Wa Ta’ala sebutkan di dalam ayat : ‘Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.’ (QS. Al-Muthaffifin : 14)” (HR. Ahmad dan Tirmidzi, dihasankan Syaikh Al-Albani rahimahullah).

Kita berlindung kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dari tertutupnya hati karena dosa dan maksiat. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar